Sabtu, 30 Juli 2016

diklat kepengurusan tahun 2016

diklat kepengurusan
diklat ini diadakan di bukit putih jalan argopuro tahun 2016
diklat ini mengikutsertakan 7 anggota yang akan didiklat menjadi pengurus inti organisasi mahasmapala selanjutnya
saya selaku alumni hanya sekedar mampir meninjau dan malihat sendiri bagaimana adik adik saya meneruskan kinerja baik mereka dan menurunkan ilmu ilmu mereka kepada generasi penerusnya
saya bangga bahwa organisasi ini tidak stagnan hanya di angkatan saya seperti yang sudah sudah
dengan sedikit demi sedikit membuka mata terhadap semuanya mengenalkan mahasmapala pada dunia pada sesama pecinta alam khususnya menjadikan saya bangga menjadi alumni di organisasi ini
walau notabenenya sampai detik ini saya belum bisa memberikan apapun sebagi sumbangsih kepada organisasi yang mengayomi saya selama menjadi mahasiswa di stkip pgri dulu semasa kuliah...

adik adik saya,
tetaplah semangat
tetatplah jaga loyalitas kekompakan dan tetaplah saling berpegang teguh 1 sama lain...
jangan biarkan pikiran pikiran dan sifat aneh aneh membuat kekompakan ini melebur...
salam sayang selalu salam lestari melestarikan salam kompak dan selalu semangat
mahasmapala uye!!!

ttd,
speaker

Selasa, 11 Mei 2010

arti namaku

Nama HALIMATUL BADRIA mengandung arti:
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ : Pekerjaan yang sempurna
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ : Beribadah, baik dan sopan
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ : Suci
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ : Kehidupan rumah tangga yang tentram
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ : Kemasyhuran dan pernikahan
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ : Jalan penghidupan yang tentram, merdeka, bahagia dan sempurna

dari facebook

SahabatKu dan sang Kekasih


Untuk seorang sahabat, seorang pemuja cinta yang luar biasa. Berawal dari pertemuan di dunia maya, Sahabatku menemukan dunia yang baru dan penuh kemilau cahaya. Hari yang indah menjadi impian yang tiada pernah absen dari benaknya. Sahabatku mengenal seorang wanita yang sanggup mengubah jiwanya yang sepi, menutup lubang yang menganga. Rasa rindu begitu membara, antrian liku-liku kehidupan tertepis kokohnya cinta mereka. Waktu kian berlalu, cinta semakin kokoh dengan 1000 harapan untuk bertemu, mereka berjanji menerima segala keadaan yang ada, Sahabatku mengalami kecelakaan yang luar biasa, kami semua panik dan membawanya ke Rumah Sakit. Keluarga yang sedih semakin parah setelah dua hari Sahabatku tak sadarkan diri. Kami hanya menunggu dan gelisah, seorang dokter keluar dengan masker setelah memeriksa gegar otak yang diderita Sahabatku, kaki kirinya dioperasi, dokter memprediksi, Sahabatku akan kehilangan ingatan, kami semakin sedih….derasnya air mata membanjiri sore itu ketika sang Ibu tercinta sudah tidak dikenal oleh Sahabatku, aku mengabil inisiatif untuk menghubungi kekasihnya, betapa terkejut sang Kekasih mendengar kejadian tersebut, kegelapan, resah dan 1001 pikiran memburu otak sang kekasih, roda dunia dirasa tak berputar lagi, tiap menit sang Kekasih menghubungi untuk mengetahui keadaan Sahabat.
Sahabatku sadar, ia selalu menyebut nama sang Kekasih. Kami semua heran, kami yang setiap saat bertemu bahkan orang terdekatnya tidak ia kenal.sosok Kekasih begitu luar biasa, dengan sabar sang kekasih berbicara dan mengharap Sahabatku mengingat semua sesuai permintaan Mama Sahabatku, seperti membalik telapak tangan Sahabatku mengingat semua. Kenangan ini membuktikan kuatnya cinta mereka.
Licinnya jalan bukan harapan, besarnya kasih sayang bukanlah jaminan. Setelah setengah tahun berlalu, semua berubah, pagi yang indah sebelum Sahabatku menikmati segelas kopi, pesan singkat menjamunya dan membuatnya tergumam membisu, kata yang tak layak terucap dan tak pernah dibayangkan terucap dengan sempurna untuk mengakhiri semua. Apa yang ada dipikiran Sang Pacar?.... Mereka adalah dua insan yang saling berbagi, sungguh membingungkan, Sahabatku kini bagai patung tua dan usang, betindak sesuka hati, brutal dan aneh, jiwanya kembali tergoncang. Sahabatku berteriak, pagi menjadi amukan bak singa yang kelaparan, kamar yang dihiasi wajah sang Kekasih berubah menjadi pecahan cermin, pernak pernik kamar menjadi lampiasan kemarahannya. Sahabatku berusaha menenangkan diri dan berusaha menarik perhatian sang Kekasih, tak sedikit ibapun merasuk jiwa sang Kekasih, hanya deretan pesan singkat yang bermakna kekesalan sang Kekasih “tidak bisa, ini keputusan ku, hatiku sudah terlanjur sakit, dan butuh waktu yang sangat lama untuk menyembuhkan”. Sahabatku sadar akan kesalahannya, ia jarang memberi kabar karena kegiatan yang begitu padat.
Hari yang suram, rasa sayang semakin membukit dengan unjuk rasa yang kian menyayat hatinya. Sang Kekasih menyatakan kerinduan dan rasa sayangnya, tetapi di sisi lain ia takut akan menderita lagi, sang Kekasih tak ingin Sahabatku menyakiti hatinya lagi. Kontak batin, jiwa yang tak lengkap membuat Sahabatku bertindak di atas normal. Emosi dan penyesalan mengingat wanita yang ia kenal memberikan perhatian akan pergi untuk selamanya, ia akan dekat dengan orang lain, miliknya yang sejati akan menjadi milik orang lain. Rasa takut itu bagaikan malaikat pencabut nyawa. Sahabat ku mengirim pesan “ok, seharusnya aku sadar kalau kamu bukan pacarku lagi… yang tak pernah kamu lihat akan menjadi lenyap selamanya… sebab aku akan berakhir melihat… menikmati hidup… kamu tidak akan mungkin selamatkan aku, cinta sudah buat aku berantakan… aku tidak percaya pada doa… aku hanya berharap agar musibah ditimpakan padaku…karena bumi kini tak lagi bersahabat… cabut aku sang kuasa… sebab, aku tak sanggup lagi untuk meneteskan air mata…”. Barisan kata yang menujukan kepasrahanya serta besarnya cinta terkirim sempurna pada sang Kekasih yang mungkin sedang menikmati kebahagiaan.
Aku mulai takut, tingkahlaku Sahabatku menjadi liar, miras menjadi teman setianya setiap malam. Sahabatku selalu terlihat pulang larut malam dan tampak mabuk. Aku iba padanya, orang yang aku kenal baik dan soleh berubah. Ingin aku sampaikan pada sang Kekasih tentang perilakunya yang brutal, aku tak sanggup, setiap malam ia muntah-muntah miras, perkuliahannya semakin tertinggal, aku melihat sepucuk surat yang pernah diterima dari sang Kekasih selalu digenggamnya setiap pulang, sesekali air matanya menetes dalam tidurnya. Aku mulai mengantuk, melihatnya pulas aku kembali ke kamarku. Malam yang sunyi, dalam mimpiku perasaannya tergambar jelas. Aku turut merasakan hatinya yang sedang menangis. Hujan begitu deras, semua terdengar seirama, sesekali petir memecah kesunyian, aku menarik selimutku.
Seiring hujan yang semakin deras, aku terkejut teman-temanku menggedor pintu kamarku, mereka tampak pucat dan bergetar. Tak percaya itu nyata, aku menampar pipiku, teman-temanku melihat Sahabatku melompat dari ketinggian enam meter, aku berlari melihat cucuran darah yang mengalir bercampur dengan air hujan, kepalanya remuk, aku merangkulnya. Sesekali wajahnya yang penuh dengan darah ku usap, terpancar dari raut wajah yang penuh penderitaan dan harapan.
Semua sudah terjadi, Sahabatku pergi dan tak akan kembali, dimana sang Kekasih akupun tak tahu rimbanya. Semoga ia tenang di sana, jika tiba saatnya aku berharap mereka akan dipertemukan kembali menjadi sepasang kekasih.

Minggu, 09 Mei 2010

masukan

Pecinta Alam Indonesia Abad 21 Print This Post Email This Post

February 11th, 2008 | Oleh Lutfi Pratomo

Seandainya pohon bisa memberontak dan bicara tentunya ia bakal menjerit ketika ditebang, seadainya satwa liar itu bisa bicara tentunya ia bakal menyelamatkan hidupnya, namun kita sebagai manusia punya mulut, hati, telinga, otak malah diam saja melihat, mendengar jeritan-jeritan alam yang rusak ditangan kerakusan spesies manusia seperti kita ini. Apakah kita bangga dengan kekuasaan kita sendiri sementara kita telah melakukan bunuh diri secara perlahan bersama-sama oleh perbuatan kita sendiri.

Sebelum kita membahas pecinta alam dan kegiatannya mari kita pahami betul apa epistemologi dari “Pencinta Alam”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Cinta mempunyai empat makna, yakni, [1] ‘suka sekali’ ; ‘sayang benar’ ; [2] ‘kasih sekali’ ; terpikat’ ; terpikat ; [3] ‘ingin sekali’ ; berharap sekali ; ‘rindu’ ; dan [4] ‘susah hati ; risau’ (1993 -190). Yang artinya pencinta diberi makna ‘orang yang suka akan’ (h191). Selain itu kata alam yang diserap dari bahasa Arab, di Indonesia berkembang sehingga mempunyai tujuh makna. Ketujuh makna itu ialah [1] ‘segala ada yang dilangit dan dibumi’ ; [2] ‘lingkungan dan kehidupan’ ; [3] ‘segala sesuatu yang termasuk dalam satu lingkungan dan dianggap satu lingkungan dan dianggap sebagai satu keutuhan’ [4] ‘segala daya yang menyebabkan terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu yang ada di dunia ini [5] ‘yang bukan buatan manusia’ ; [6] ‘dunia’ ; dan [7] ‘kerajaan ; daerah ; negeri ‘ (h.22). Kalau kedua kata tersebut digabung maka arti dari pencinta alam adalah ‘orang yang sangat suka akan alam’.

Namun tidak disaat ini, pencinta alam yang sebenarnya hanya pantas ditunjukan pada masyarakat asli hutan, organisasi non pemerintah yang peduli terhadap lingkungan dan alam, individu yang peduli dengan lingkungan hidup lewat kemampuan yang dia bisa, seperti menanam pohon, membuang sampah tidak sembarangan, tidak memelihara satwa liar yang dilindungi UU, tidak menebang pohon ditaman nasional dan disekitar hutan lainnya, naik sepeda, menulis tentang lingkungan, membuat film tentang hutan dan kelestariannya, dan masih banyak lagi bentuk kepedulian terhadap lingkungan.

Makna ‘orang yang suka akan alam’ berarti manusia yang peduli dengan alam dan menjaga kelestariannya. Dengan menjaga kelesatariannya berarti ia membela nasib hutan dan satwa liar yang sedang mengalami kepunahan bukan berpetualang menantang andrenallin naik gunung, memanjat tebing, atau membuka jalur untuk latihan atau dengan bangga bisa menaklukan alam.

Sejarah memang harus dipelajari tentang pendirian pencinta alam yang motori almarhum Soe Hok Gie, Herman Lantang dan kawan-kawan. Di era 60-an memang terjadi pergolakan masa transisi kemerdekaan. Invansi politik praktis diluar kampus Universitas Indonesia lewat organisasi dan kesatuan aksi mahasiswa dari berbagai atribut dan ideologinya berusaha memasuki Universitas. Namun, Almarhum Soe dan rekan-rekannya tidak peduli dan menjadi kelompok yang tidak memihak dengan kemelut politik saat itu. Mereka lari ke gunung dan pergi ke tempat-tempat sepi terpencil. Kalau penulis menyimpulkan contemplasi ala raja-raja Jawa seperti pendeta-pendeta hinduisme. Mereka paham waktu itu posisi benar-benar terjepit. Kebersamaan dan pengalaman itulah lahir istilah pencinta alam, yaitu Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Prajnaparamita FSUI. Di Tahun 1971 nama Prajnaparamita dilepas diganti dengan Mapala UI. Alhasil bangsa yang euforia ini bermunculan organisasi pencinta alam baik dari kampus dan diluar kampus.

Kegiatan mereka hanya berlarian ke gunung, ke goa, ke tebing hanya untuk menikmati alam. Jaman abad ini sudah berubah namun masih ada saja organisasi pencinta alam baik dari kampus dan masyarakat yang bergiat untuk naik gunung, ke goa, arung jeram, ke tebing atau pendidikan seperti gaya militer, menggampar seenaknya calon peserta dengan alasan biar berdisiplin seperti militer. Padahal pendidikan ala militer dewasa ini dengan kekerasan sudah mulai dikurangi.

Pernah penulis mendengar cerita dari aktivis lingkungan dari negeri yang hutannya sudah hilang bahwa seandainya gunung itu dipenuhi sampah dan hutannya gundul, iklimnya panas, sungai dipenuhi limbah pabrik, tebing karst di bom dan batunya diambil untuk bahan lantai, meja, dan satwa liar yang eksotik punah seperti Harimau Jawa, Jalak Bali. Apakah organisasi pencinta alam baik itu dikampus maupun diluar kampus diam saja melihat itu semua.

Memang hutan Indonesia belum parah meski terlihat parah atau sungai-sungai masih belum tercemar hingga bisnis olah raga arus deras pun menjamur atau gunung masih ada tempat menarik meski jauh paling atas, goa-goa masih banyak yang bagus, tebing-tebing masih menjulang tinggi toh mereka hanya santai-santai saja atau tidak perduli sama sekali lebih mementingkan event-event kejuaraan atau pelatihan-pelatihan yang tidak ada hubungannya dengan makna dari pencinta alam. Sangat tragis benar.

Apa ada yang salah dari Almarhum Soe Hok Gie dan kawan-kawan lamanya hingga penerusnya hanya mementingkan kepuasaan sesaat atau kode etik pencinta alam Se-Indonesia yang syahkan bersama dalam gladian ke-4 yang setiap kegiatan wajib dibacakan setiap kegiatan seperti maksud dari pesannya Pencinta Alam Indonesia adalah sebagai dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kami kepada Tuhan, Bangsa dan Tanah Air. Dengan kesadarannya mereka (Pencinta Alam) menyatakan pada poin 2 yang isinya memelihara alam beserta isinya menjadi ucapan atau janji tanpa makna (Lip Service).

Namun hasilnya pun hutan tetap gundul, satwa liar makin lama makin punah, bencana lingkungan mulai bermunculan, bahkan pemanasan global yang dibicarakan setiap negara dan para aktifis lingkungan dari LSM dengan gencarnya mencari solusi. Sedangkan organisasi yang namanya Pencinta Alam belum menunjukan taringnya untuk peduli terhadap lingkungan. Bahkan hanya bisa dihitung oleh jari organisasi pencinta alam yang peduli terhadap lingkungan. Atau menurut saran respon dari pembaca tulisan Quo Vadis Pecinta Alam yang ditulis penulis mending diganti saja nama pencinta alam dengan nama jenis petualang. Biar tidak terjadi pembiasan makna dari kata Pencinta Alam.

Alhasil, makin sepinya minat pemuda sekarang untuk masuk organisasi pencinta alam. Tradisi lama masih dipakai tidak ada formulasi-formulasi baru untuk merefleksikan kegiatan-kegiatannya. Atau organisasi pencinta alam dewasa ini telah bangga dengan “establishment” (kemapanan). Kebiasaan-kebiasaan lama yang harus ditinggalkan malah terus diulang-ulang saja seperti pendidikan dengan kekerasan atau perbedaan yang antara senior dan yunior, pendendaman akibat dari pendidikan yang keras, menebang pohon untuk simulasi SAR, atau pembukaan jalur. Meski kecil namun tetap saja kita memberikan pendidikan yang tidak baik terhadap masyarakat sekitar gunung atau hutan.

Pernah penulis ditanya saat masuk organisasi mahasiswa pencinta alam waktu masih kuliah dulu oleh senior, apa tujuan anda masuk pencinta alam? Penulis menjawab ingin mengenal alam lebih dekat. Namun, ketika pendidikan tidak dikenalkan dengan alam malah disiksa di bentak meski tidak ada kekerasan fisik, membuka jalur hutan dengan parang seperti kesatria.

Ironisnya, bencana-bencana alam tidak separah di jaman itu. Namun saat ini kita mendengar dan merasakan dampak dari penyakit lingkungan seperti pemanasan global, banjir, longsor, tsunami, belum lagi penyakit-penyakit aneh lainnya. Apa kita sebagai pencinta alam terus merenung naik gunung?Apa kita sebagai pencinta alam masih saja manjat memenuhi kepuasaan jiwa? Apa kita sebagai pencinta alam terus menelusuri goa?Apa kita sebagai pencinta alam terus pergi keriam berarung jeram melintasi sungai?Apa kita sebagai pencinta alam bangga dengan ucapan sebagai penikmat alam? Waktunya kita bergabung dan belajar dari organisasi-organisasi non pemerintah, masyarakat dengan kearifan tradisional sekitar hutan yang peduli terhadap lingkungan untuk melakukan sinergi bersama mencari solusi tentang kerusakan alam. Ini tugas semua pencinta alam Indonesia di abad 21 ini. Waktunya meninggalkan dunia petualang. Take Action Now!

mengatasi binatang saat camping

a. Nyamuk ·
Obat nyamuk, autan, dll · Bunga kluwih dibakar · Gombal dan minyak tanah dibakar kemudian dimatikan sehingga asapnya bisa mengusir nyamuk · Gosokkan sedikit garam pada bekas gigitan nyamuk

b. Laron ·
Mengusir laron yang terlalu banyak dengan cabe yang digantungkan

c. Lebah
Apabila disengat lebah : · Oleskan air bawang merah pada luka berkali-kali · Tempelkan tanah basah/liat di atas luka · Jangan dipijit-pijit · Tempelkan pecahan genting panas di atas luka

d. Lintah
Apabila digigit lintah : · Teteskan air tembakau pada lintahnya · Taburkan garam di atas lintahnya · Teteskan sari jeruk mentah pada lintahnya · Taburkan abu rokok di atas lintahnya

e. Semut ·
Gosokkan obat gosok pada luka gigitan · Letakkan cabe merah pada jalan semut · Letakkan sobekan daun sirih pada jalan semut

f. Kalajengking dan lipan ·
Pijatlah daerah sekitar luka sampai racun keluar · Ikatlah tubuh di sebelah pangkal yang digigit · Tempelkan asam yang dilumatkan di atas luka · Bobokkan serbuk lada dan minyak goreng pada luka · Taburkan garam di sekeliling bivak untuk pencegahan

(sumber Diktat DIKSAR Gappala14 di G. Salak)